S
|
ORE itu lepas dari jam
lima lebih Sutirah duduk menatap lurus menerjang jerali besi jendela kayu yang
mulai rapuh. Dari balik jendela itu air hujan masih membasahi bumi dengan deras
dan angin yang berhembus kedirinya. Sutirah masih bergeming, jari jemarinya
masih menyatu yang berpangku di atas perutnya. Sutirah berkedip berat dan
matanya mulai berkaca-kaca. Suara kilat terdengar menyambar bersama dengan
jatuhnya air mata Sutirah. Kali ini ia menikmati pejaman matanya meski air mata
masih membekas disudut-sudut kedua matanya. Segelas air teh panas di cangkir
mulai tak berasap yang terlihat setengah. Sutirah yang mengenakan sweater warna
ungu tua dengan kain batik bawahannya lalu mengela nafas kemudian ia tersenyum
lirih. Senyuman lirihnya mengingatkan pada suatu keindahan dimasa lalunya.
‘Aku
tak akan menyesal apa yang sedang dan sudah terjadi pada kehidupanku. Aku sudah
menceritakan semua kenginanku kepada Tuhan untuk kehidupanku nanti. Dan aku
akan melaksanakan apa yang menurutku benar dan salah sesuai aturan Tuhan. Aku melakukan
demikian karena aku adalah janda dengan tujuh anak yang ditinggal mati oleh
suamiku. Dia meninggalkanku saat anak-anak masih membutuhkan. Dan Tuhan
bersepakat bahwa Dia akan melindungi kami, itulah janjiNya saat suamiku
menemuiNya’
0 komentar:
Posting Komentar
Biasanya kesempurnaan bila ada tambahan, so beri komen ya buat kesempurnaan blog ini... :)