heart on the Bottle
pic by pikonthe.blogspot.com |
Seorang lelaki yang sedang berjalan lirih mengamati dalam dari
lukisan disetiap detil itu. Ia tak memahami tentang sebuah lukisan Monalisanya
Da Vinci namun dia kagum dengan sebuah karya di masa silam. Mengartikannya
wanita itu tersenyum ikhlas tanpa sebuah beban. Sekali ingin lelaki itu untuk
menyentuh Monalisa namun keraguan oleh sebuah tulisan ‘Dilarang Menyentuh’
kembali mengurungkannya. Lelaki itu lebih memahami aturan karena lukisan itu
yang langka dan bernilai.
Setelah lama dan berdetak kagum dengan Monalisa, lelaki itu
menyisir ke sebuah lukisan di seberang dinding lainnya. Lelaki itu mendekati,
sebelumnya ia mengarah ke semua lukisan dari sepintas dan ia mendapatkan sebuah
karya yang sama indahnya. Namun selangkah dari posisinya seorang lelaki
berambut panjang ikal mendekati dan membungkan mulutnya serta menarik paksa ke
sebuah dinding. Mereka bersembunyi dibalik dinding itu dan lelaki yang berambut
panjang ikal masih membungkam lelaki tersebut dengan menyandarkan ke dinding.
Mereka bertatap. Lelaki tersebut memberikan senyum yang tertutup oleh telapak
tangan kanan kiri lelaki berambut panjang. Dari kediaman mereka, terdengar
suara lelaki lain bersuara ‘berhenti’ sembari berlari lurus melewati dinding
persembunyian mereka dan lelaki berambut panjang melepas bungkamannya ke lelaki
tersebut setelah tahu seorang yang berlari itu adalah petugas museum telah tak
terlihat.
Lelaki berambut pajang itu berlari namun kembali membalikan
pandangannya ke lelaki itu setelah ia tak mengikutinya. Ia menarik tanggannya
untuk berlari bersama. Dan mereka pun berlari menelusuri lorong dari museum.
Dengan mengarah ke segala arah untuk mengetahui keadaan dan mencari jalan
lelaki berambut panjang itu memimpinnya. Mereka menaiki sebuah tangga ke atas.
Suara bergemuruh dari langkah mereka menaiki tangga tersebut dan lelah dari
raut mereka berdua.
Dan mereka keluar museum dari menara di pintu lantai dua. Mereka
berhati-hati dengan larinya diatas atap bergenting sembari mengimbangi tubuhnya
dan mereka terhenti disebuah ujung. Mereka terjebak.
“Turunlah. Nanti saya akan menyusul” ucap lelaki berambut panjang
sembari mengarahkan pandangannya ke belakang dengan nafas yang tersengal.
“Aku takut. Ini terlalu tinggi.” Ucapnya ragu. Ia pun ketakutan
dengan ketinggian sekitar tiga meter.
Dengan terpaksa dan mempercepat kaburnya, lelaki berambut panjang
itu mendorong lelaki tersebut dan ia terjatuh dengan lengan sebagai tumpuannya.
Ia merasa kesakitan pada lengan kanannya. Lelaki berambut panjang itu menyusul
ke bawah. Dengan berusaha mencari yang terbaik untuk tidak membuat rasa sakit
oleh lelaki tersebut, lelaki berambut itu menopang tubuh lelaki itu.
۞
Senja melukis indah oleh warna dan sinar sang matahari yang
memancar jauh. Tenang, burung-burung terbang kian menari yang damai dibawah
angkasa yang bersahaja pada alam. Angin menyisir lembut. Mereka menyaksikannya
tanpa ada penghalang,seperti sebuah lukisan yang terdapat pada museum The
Museum. Mereka diam, memandang dalam senja keindahan dari Sang Pencipta. Mereka
duduk berdampingan di tepi atap sebuah gedung bertingkat. Angin masih menyisir
mereka lembut. Mereka menikmati keindahan sejauh mata memandang.
“Maafkan saya, karena saya, kamu menjadi terluka” sesal lelaki
yang berambut panjang. Ia berpaling kepadanya karena permintaan sesalnya tak
terjawab, “apa kamu marah atas perlakuanku?. Sungguh aku tak bermaksud
mencelakakan mu.” Pintanya sembari memegang jemari tangan lelaki disampingnya
untuk memastikan. Ia menoleh ke lelaki yang berambut panjang.
“Ini sudah terjadi.” Ketusnya, ia kembali berpaling ke hamparan
luas lukisan alam.”Aku tak tahu kenapa kamu membawa ku lari dan bodohnya aku,
aku menurut saja tanpa ada pikiran. Dan lagi aku tak kenal kamu.
Lelaki berambut panjang itu berpaling kepadanya dan meraih lengan
kirinya, “Tengoklah saya.” Pintanya dengan memandanginya dengan kuat. Kemudian
ia mengarahkan muka lelaki disampingnya dengan lengan kanannya.”Apa kamu tak
memaafkan saya?. Lihatlah mata saya, sungguh saya tak bermaksud untuk semua
itu. Dan saya juga tak tahu kenapa saya memaksamu ikut denganku dari kejaran
petugas museum itu.”
“Sudahlah, lagi pula sakitku sudah kau obati.” Ulasnya. Dan
memberi senyum meski rasa sakitnya masih berasa. Lelaki berambut panjang
berusaha untuk menenangkan kekalutannya.
“Saya David.” Ucap David untuk lebih bersahabat dan memberi warna
keceriaan pada mukannya.
“Aku Lanies” jawab Lanies diikuti senyuman. Kemudian David
merangkul bahu Lanis dengan tangan kanannya. Mereka kembali menatap angkasa
yang warnanya makin tua.
“Saya suka berdiam diri disini untuk melepas penat oleh
masalah-masalah ku. Dan saya senang dengan suasananya, tenang. Serasa alam
merangkul bersama saya dalam masalah-masalah yang ada pada saya.” Ucap David
mengawali cerita kehidupannya. Mereka pun terbahak oleh cerita-cerita konyol
yang diceritakan olehnya.
Mereka berlalu dengan cerita David.
۞
David, yang bertelanjang dada dengan bercelana jeans dan rambut
panjang yang terkucir, beranjak berdiri dan mengisyarakatkan ke Lanies untuk
ikut pula berdiri. Lanies bingung apa yang akan dilakukan David kepada dirinya.
Namun ia menuruti keinginnannya. Lanies merasa lega dan senang bersamanya.
“Kau tahu Lanies, liatlah?” kata David sembari menunjuk jauh
matahari yang tenggelam. Lanies masih bingung sesekali ia berpaling kemukanya.
David merangkul. “Cobalah tutup kedua mata kamu dan ucapkan pada hatimu apa
keinginan sekarang maka akan terwujud.” lanjut terang David dengan membantu
menutupkan matanya. Lanies pun mengikuti yang diucapkannya.
۞
“Sepertinya lukaku sudah mengering,” kata Lanies berusaha membuka
ikatan kain saputangan yang diikatkan pada lengan kanannya yang terluka.
“Jangan!.” kata David mendekat. Lanies langsung berpaling.” Biar
mengering. Jika dibuka takut nanti infeksi. Luka kamu cukup lebar.” lanjut
David sembari membetulkan ikatan saputangan yang terikat di lengan Lanies.
“Kenapa kau peduli kepada David?”. David diam dan masih merapihkan
ikatannya.
“Sudah.” David mengacuhkan pertanyaan Lanies dan beranjak berdiri.
Kemudian ia mengulurkan lengannya ke Lanies. Lanies diam, mengacuhkan ajakan
David dan pandangannya. David kembali mengajak untuk berdiri sembari menganggukan
kepalanya. Dengan muka malas Lanies beranjak dengan memegang lengannya untuk
beranjak berdiri. Mereka berjalan dan semakin jauh langkah mereka.
۞
David melempar batu kepingan ke laut, sekali batu itu
mengapung-ngapung bak jetski meluncur kencang di lautan. Beberapa kali ia
melemparnya dengan rasa kesal, berulang-ulang hingga belum merasa puas.
Perasaannya sekarang semrawut, mungkin hal itu lebih baik dilakukan sedari ia
harus melampiaskan ke Lanies yang baru di kenalnya. Mungkin itu bisa saja namun
itu akan menjadi buruk baginya. Lanies adalah orang yang dekat saat ini. Dia
akan lebih mengerti keadaan dirinya dari teman-temannya yang mulai menjauh dan
juga keluarga yang sudah acuh atas kehadiran di tengah-tengah keluarganya meski
nenek dan kakeknya masih bisa memahami keadaan di dirinya.
David adalah anak korban dari perceraian kedua orang tuanya dari
ia masih awal masuk sekolah menengah. Dan ia anak tunggal. Ibunya telah menikah
kembali setelah setahun dari perceraiannya. Sementara David ikut dengan
ayahnya. Namun kehidupan David selalu di iramakan dengan ayahnya yang selalu
beradu, David hanya membela dirinya sendiri karena sifat-sifat ayahnya yang tak
kunjung baik dan makin menjadi. Judi dan main perempuan membuat David makin
labil dalam kehidupannya. Dan pencarian jati dirinya ia temukan dengan cara
berfikirnya sendiri, mendapatkan ketenangan dan kedamaian ia butuhkan,
David melambungkan lemparan batu terakhirnya dengan berteriak. Itu
adalah klimaks untuk menenangkan dirinya dari sikap Lanies. Perasaannya bimbang
dan takut. Bimbang akan perasaan dihatinya dan takut akan ditinggalkan. Rasa
kecewa pun akan datang bila dirinya terlalu cepat mengikuti keinginannya,
tentang cinta.
Lanies masih diam, duduk diatas pohon besar yang tergeletak dan
sudah kering membelakangi David.
Perasaan Lanies gusar.
“Apa kau tahu Lanies?” kata David mulai mendekat, “Saya mulai
bingung dengan perasaan saya sekarang. Entah apa dan siapa yang membuat ku
seperti ini. Tuhan terlalu menciptakan kehidupan ini begitu indah, bagi mereka
yang menikmatinya. Namun terkadang Tuhan tega memberikan ujian yang berat bagi
mereka sampai terkadang juga beberapa orang tak kuat menerimanya dan lari, lari
dari perintahnya.” Lanies masih diam. Ucapan David pun disamakan dengan angin
yang berhembus di pantai. Kemudian ia menatap David saat pundaknya di rangkul
David. David beralih kedepan dan menopang kakinya untuk duduk. David meraih
jemari Lanies yang memegang ranting kecil kemudian menggambarkan tanda hati di
pasir. “Cinta,” lanjut David lalu ia berpaling ke Lanies. Dan Lanies mulai memperhatikan
ucapan David. “cintalah yang membuat semua mahluk tak akan pernah berpaling ke
yang lain, Lanies.”
“David,” Lanies memegang pipi dengan jemari kirinya. Ia mendapati
muka lusuh dan penuh guratan-guratan tentang kehidupannya yang seperti apa,
“apa karena cinta kau seperti ini?” lanjut Lanies dan melepas jemarinya namun
tatapan tajam saling memancar. David menyentakan dirinya dari tatapannya
kemudian beranjak berdiri dan membelakangi Lanies, sementara Lanies
memperhatikan tingkah David oleh ucapnya. Lanies tersenyum indah memberi
sedikit rasa senyum pada David.
‘Cintakah yang membawamu kesini?’ ucap hati Lanies.
۞
Angin mulai menghembus pelan namun pekat dan mampu nembus
tulang-tulang. Malam pun makin kelam memberi ruang sepi. Rembulan kini bercadar
awan hingga cahayanya tak menderang. Diujung timur, dunia tenang terlelap oleh
malam.
Lanies mulai meringkuk dalam tidurnya. Tak lama ia mulai merasakan
dinginnya malam. Angin sudah menggilas tulang-tulang Lanies yang mengenakan
kaos tipis warna biru muda. Tidurnya tak tenang. David pun terbangun yang
bersebelahan.
“Biasakanlah tidur dengan keadaan seperti ini, aku dulu seperti
itu namun karena saya sudah terbiasa akan menjadi tenang.” ujar David.
Lanies membalikan badannya dan menghadap ke David.
“Bolehkan aku memeluk mu David?” pintanya dengan menggigil.
David diam sesaat namun pikirannya mulai memahami menjawab pertanyaan
di hatinya. “Peluklah Lan. Anggaplah saya apa yang ada di bayanganmu”
۞
Artisa menumpukan kakinya yang terduduk di kamar Lanies dengan
isaknya. Ia kecewa dan menyesali yang terjadi perubahan pada Lanies. Ia
mengusap air matanya dengan kain di lengan. Rambut yang di kucir seadanya kian
berantakan. Wajahnya tak bersinar, sembab oleh relung kesedihan. Artisa lesu.
Kemudian ia membangkitkan dirinya untuk tegar. Dari arah pandangannya ia
mendapati sebuah lemari kecil yang terletak di pojok kamar Lanies. Kamar David
rapih namun penuh dengan koleksi-koleksi kebutuhan dan hobinya. Poster besar
Jennifer Lopez yang sensual terpasang di atas tempat tidurnya, ada juga poster
besar lain dari group sepak bola Man. United dan beberapa foto-foto keluarganya
dan sahabat-sabatnya.
Artisa membuka paksa lemari dengan geram dan kesal namun tak jua
ia bisa. Ia mencari alat untuk membukanya dengan mengarahkan pandangannya ke
semua ruang. Lalu ia melihat kotak tool set peralatan dan sesegera mencari alat
seadanya yang mampu membuka kunci lemari itu. Ia memaksa memukul kunci lemari
itu dengan keras dan sekuat tenaganya dengan martil besar. Dan pegangan kunci
tersebut loncat kemudian pintu lemari itu terbuka.
Arisa mengacak isi lemari dan membuangnya apa yang diraihnya. Ia
mencari sesuatu yang membuktikan perubahan pada Lanies. Ia ingin tahu
sebab-sebab Lanies memutuskan dirinya. Dan tak lama, ia mendapat beberapa
lembar foto. Ia meraihnya. Dengan langkah mundur dan kejut, Artisa tubuhnya
makin lemas lalu ia menjatuhkan dirinya pada kasur Lanies.
Perasaannya campur aduk, entah apa yang dirasakan sekarang.
Mungkin, serasa tulang-tulangnya diambil dari tubuhnya, sakit dan tak berdaya.
Artisa menangis. Ia mengabaikan foto-foto itu lalu ia menutup muka dengan kedua
tangannya untuk menahan rasa sakitnya.
۞
Lanies berdiri sedih. Matanya berkaca-kaca. Perasaanya kecewa ia
akan di tinggalkan David. Ia mengacuhkan pandangan David namun ia tak mampu
untuk itu. Wajahnya hanya menggeleng-gelengkan kepala. David tetap menganggukan
kepala untuk mengusahakan ajakan dirinya ke Lanies. Lanies membuang muka dengan
isak yang tertahan dan mata yang mulai menetes.
“Terserahlah!.” geram David sembari menunjukkan ke Lanies lalu ia
membanting kedua tangannya ke udara. David membalikkan badannya ke pintu kereta
dan ia kembali menghadap ke Lanies. David menemukan wajah Lanis penuh
kesedihan. Hatinya pun ikut kecewa atas keputusan yang diambil meninggalkan
kota ini. Dengan langkah berat David menaiki anak tangga kereta itu. Ia duduk
ditepi yang terbatas kaca ke Lanies berdiri. Pintu kereta api mulai menutup
perlahan otomatis.
“Mengapa kau membawa ku pada keadaan seperti ini?!” teriak Lanies.
Kereta terus melaju dan semakin menjauh dari dirinya. Sebelumnya David masih
tegas pada kediamannya dan tak berpaling kembali. ”Kau telah merusak semua
setelah kau giat mengukir hati dengan indah. Apakah hatiku cuma hiasan saja
yang terpajang didalam botol semata?” lanjut Lanies melemah. Dirinya pun
dipaksakan untuk tegar menghadap perasaan yang terkoyak. Dan kereta mulai menghilang
dari pandangan matanya.
Angkasa membawa warna abu dan menjadi malam.
۞
Lanies tersedu. Matanya merah dan masih berkaca-kaca. Ia berjalan lirih
dengan menahan isakannya mendekat ke Artisa yang telah berdiri didepannya.
Lanies mengunjungi ke rumah Artisa dan ia bertemu di depan rumahnya saat hendak
berjalan. Artisa diam. Ia hanya memandangi Lanies.
Artisa masih menyimpan dendam dan kecewa. Perasaannya mulai
berantipati. Nafasnya berima berat menahan kekecewaannya. Sementara Lanies
mendekat dan langkahnya berhenti didepan Artisa. Lanies menggeleng-geleng lirih
kepalanya, mengisyaratkan ia tak bermaksud untuk membuat Artisa sedih atas
keputusan yang telah diambilnya. Lanies memohon dengan mukanya untuk menerima
kehadirannya sesaat.
Artisa masih bergeming. Pikirannya melaju kencang ke beberapa
waktu yang lalu atas perbuatan keputusan Lanies kepada dirinya. Waktu itu,
dirinya hancur dan tak ada kepedulian dari Lanies. Ia juga mempertahankan
keputusannya tanpa memberi tahukan alasan kenapa ia memutuskan dirinya.
Namun melihat keadaan Lanies sekarang Artisa mulai mencair. Ia pun
berusaha untuk menerima keadaannya. Dan dirinya juga tahu penyebab berpisahnya
kisah asmaranya. Artisa mengagguk. Dan dipeluklah erat tubuh Artisa oleh
Lanies. Ia menangis.
Arista berusaha keras melepas pelukan Lanies dan mendorongnya,
menjauhi dirinya. Arista masih labil akan perasaannya yang masih berseteru
dengan perbuatan Lanies. Ia pun menjauhi Lanies dengan menangis. Dan ia berlari
menuju ke rumahnya.
Gerimis kian deras pada malam yang sunyi dan lara. Kilat bak
memecut hati Lanis yang kian lara. Lanies berlutut dan berteriak. Dan hujan
itulah tangisan Lanies sesungguhnya yang membasahi seluruh tubuhnya.
۞
Lanies berdiri dan langkahnya mulai mendekat pada sebuah foto
ilustri sang Tuhannya. Dibawahnya tertempel foto dirinya disaat kecil bersama
ibunya. Dalam foto itu Lanies tersenyum lebar. “Tuhan, apakah ini bentuk
perjanjianku pada Mu disaat aku masih didalam rahim ibuku?. Aku kan terima
hasil kesepakatan ini.” Ucap Lanies dengan menatap tajam foto ilustri sang
Tuhannya. Kemudian ia mengalihkan kepada foto ibunya. Ia hanya tersenyum dengan
terisak tangis.
.THE END.