Jumat, 03 Juli 2015

Dongeng Endoneshina

Dahulu kala sebuah negara yang masih memperjuangkan untuk memerdekaan negaranya sendiri dari penjajah sangatlah sulit. Butuh jiwa raga untuk meraih sebuah kemerdekaan yang hakiki tanpa adanya iming-iming. Awalnya mereka ada yang berdatangan untuk berdagang namun ada juga yang langsung menyerbu dengan membabi buta. Dampaknya ada sebuah pergerakan bawah tanah untuk membangun sebuah negara didalam negara demi sebuah kekuasaaan pada sumber daya manusia maupun alamnya. Pergerakan bawah tanah mampu dikendalikan walaupun masih bergerak hingga sekarang dan begitu juga dengan bangsa-bangsa lain yang akhinya menunjukan jati diri bahwasanya mereka mau menguasa bangsa tersebut. Namun kemudian mereka mundur. Akan tetapi kemunduran bangsa dari eropa tersebut membawa hadir bangsa lain untuk menguasai negara tersebut di beberapa daerah yang sangat luas. Negara tersebut adalah negara yang memiliki perairan dan daratan dengan dua iklim, yah negara itu bak seorang wanita cantik nan kaya raya. Siapa yang tak suka dengan wanita cantik kaya raya?, Pasti semua lelaki ingin memilikinya. Itulah ibarat negara tersebut.

Waktu demi waktu hingga berabad lamanya negera itu terlepas dan merdeka. Namun tak cukup sampai disitu, negara tersebut masih ada dengan pergerakan saparatis oleh misi sebuah pergerakan yang akhirnya lenyap juga.


Lamanya perjuangan itu, membuat bangsa ini menjadi ketergantungan dan tidak mempunyai sikap yang tegas. Kemanjaan yang bobrok dan pandir akibat keuntungan sepihak yang tidak memikirkan sebuah luasnya wilayah negara tersebut yang rentan dari kemiskinan dan terpuruk. Penjajahan secara fisik mengakibatkan ribuan jiwa gugur demi nama sebuah kedaulatan. Mereka mempertahankan hingga titik darah penghabisan demi sebuah kejayaan untuk anak cucunya. Penjajahan yang silih berganti tentu mengakibatkan tambahnya nilai patriotisme bahwa negara ini harus dipertahankan dari sebuah perebuatan nasionalisnya. 

Dasar negara tersebut menjadi perebutan karena luas, kaya dan beragamnya sebuah komponen negara. Dor!, jiwa lenyap namun keturunan masih menjaga nasionalisme dan patriotisme, begitu juga dengan yang lainnya.

Waktu pun terus berjalan dan hingga kini negara tersebut berkembang. Sebuah negara yang mulai berkembang dan untuk tinggal landas menjadi negara maju. Namun hal itu masih bersifat kuantitatif yang tidak bersifat kualitatif. Banyak prestasi namun masih bersifat pernasonal. Kebobrokan menjadi jamak karena ulah-ulah yang tak punya hati hingga melibatkan atas nama bangsa.

Negara?! Sekarang menjadi sebuah perusahaan. Perusahaan gratis yang diberikan cuma-cuma oleh pemikirannya. Negara sekuler tepatnya. Baiklah kalau perusahaan tersebut maju untuk kesejahteraan pegawainya dengan kompensasi yang sesuai dengan kinerja. Bagaimana dengan diluar itu? Adalah memperkaya diri sendiri. Karena mempunyai pemikiran pribadi atau golongan demi kepentingannya menjadi layak bahwa negara ini adalah perusahaannya yang diperoleh dari tipu muslihat. Hancur tak apa yang penting memperoleh keuntungan, Lancar? pasti! karena mempunyai nilai kapitalisasi secara kontinyu.

Negara itu adalah Endone, sebuah negara yang kini telah menjadi ibu. Mungkin saya sebut seperti itu. Sebab ibu tersebut dari rakyat yang terlalu baik kepada para penguasa yang kini telah menginjak-injaknya. Kenapa ibu?,seperti halnya sifat ibu, yang padahal ingin memberontak namun tak kuasa untuk membentak. Yah walaupun nangis darah, itu pun percuma. Kadang kala, bila hati sudah berat bisa dihempaskan mereka yang telah tertawa diatas mulut-mulut rakyat. Ini telah terbukti dengan penguasa yang dulu dan hasilnya sebuah reformasi. Hasilnya reformaasi semakin bablas!. Demokrasi kini diciptakan namun semakin bebas lepas bak roda menggelinding dari tebing yang entah kapan roda itu terhenti.

Demokrasi telah tercipta masih dalam sumber daya manusia yang belum siap. Seharusnya, peningkatan.sumber daya manusia perlu dibenahi dalam sistemnya kemudian secara tak langsung akan berpengaruh pada teknologi dan penciptaan lainnya. Secara struktural pun demikian baru demokrasi di laksanakan. Dan apa yang didapat dgn demokrasi sekarang yang ada?. Entahlah, intinya merekalah yang mampu mengendalikan dengan hati nurani. Memang tidak semua manusia tercipta dengan keiblisan. Masih diantara mereka yang mewakili rakyat ada titisan malaikat namun tak sebanding dengan kerakusan.

Yah, hati rakus dan isme yang sekuler menjadikan sebuah kekuasaan hakiki dipemikiran dan.hati mereka. Apa daya, Endone sekarang menjadi negara dibantukan. Memang, ada sebuah prestasi yang gemilang namun untuk menjadi negara yang sangat gemilang butuh waktu dan pengertian penguasa yang ikhlas dan mau membangun bangsanya.

Kini, Endonesia harus siap menghadap dengan kekuatan sebuah organisasi yang lingkupnya lebih luas dalam hal pasar. Bagaimana kesiapannya? Entahlah. SDM masih melambat tumbuh dengan power daya saingnya. Cukup dengan menggadaikan beberapa aset untuk kebutuhan perut rakyatnya. Yah, Endone sekarang dijajah dalam hal pasar. Utang makin meluas karena belum bisa kontrol dalam hal priorotas. Atas nama golongan tertentu sebuah program wajib digemborkan kepada rakyat bahwasanya Endone butuh ini itu demi meningkatkan grafik komoditas. Komoditas yang mana? Komoditas kepentingan!

Akhirnya, kini rakyat mulai apatis dengan kondisi. Hal tersebut karena didokrin dengan kalimat KITA SEDANG TRANSISI atau KEADAAN KITA LEBIH BAIK DARI KEMARIN. Kata kemarin mengarahnya pada posisi Endone sedang krisis akut, jadi wajar saja mindset rakyat mengiyakan dan akhirnya berulang dengan tumbuh apatisme.

Pada kelanjutannya, mereka berenang sambil minum air. Tak disangka utang terbesar terjalin dari sebuah negara yang dulu tak pernah ada sangkut pautnya. Mungkin saja ada, katanya leluhur kita dari mereka. Tapi tak apalah, sebuah bilateral resmi terjalin semenjak pemerintah mengiyakan status mereka. Mereka adalah Shina.

Pada kenyataannya Endoneshina terbentuk. Kini Shina menjadi bagian dari Endone yang tak secara langsung. Bagaimana tidak, mayoritas penguasa negeri ini sekarang lahir dari mata uang mereka yang penguasa mampu berdiri.

Rakyat tetap jadi rakyat. Apabila sistem politik ekonomi ataun sebaliknya tidak solutif maka hasilnya sama aja, kepentingan merajalela. Ingat betul pada kalimat yang di tulis oleh seorang insinyur ternama yang perna mengguncang dunia, yakni Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah tapi Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu. Sungguh ini sangat terjadi pada kondisi sekarang. Sebagaimana kalimat tersebut diciptakan.

Harapan, Endonesia menjadi sebuah bangsa yang mampu menjadi negara yang seperti negara-negara lainnya mengakuinya. Semoga!

0 komentar:

Posting Komentar

Biasanya kesempurnaan bila ada tambahan, so beri komen ya buat kesempurnaan blog ini... :)