Sabtu, 20 Agustus 2011

Heart on the Bottle


heart on the Bottle
pic by pikonthe.blogspot.com
SEBUAH lukisan besar berukuran satu kali dua meter yang menggambarkan seorang wanita tersenyum dengan menggenggam jemarinya, Monalisa. Sebuah karya sang maestro Leonardo Da Vinci yang super terkenal dan penuh teka-teki didalamnya. Ia tergantung tepat selurus dari pintu masuk museum. Bagi yang memasuki museum itu mata akan langsung tertuju ke sebuah lukisan itu.

Seorang lelaki yang sedang berjalan lirih mengamati dalam dari lukisan disetiap detil itu. Ia tak memahami tentang sebuah lukisan Monalisanya Da Vinci namun dia kagum dengan sebuah karya di masa silam. Mengartikannya wanita itu tersenyum ikhlas tanpa sebuah beban. Sekali ingin lelaki itu untuk menyentuh Monalisa namun keraguan oleh sebuah tulisan ‘Dilarang Menyentuh’ kembali mengurungkannya. Lelaki itu lebih memahami aturan karena lukisan itu yang langka dan bernilai.

Setelah lama dan berdetak kagum dengan Monalisa, lelaki itu menyisir ke sebuah lukisan di seberang dinding lainnya. Lelaki itu mendekati, sebelumnya ia mengarah ke semua lukisan dari sepintas dan ia mendapatkan sebuah karya yang sama indahnya. Namun selangkah dari posisinya seorang lelaki berambut panjang ikal mendekati dan membungkan mulutnya serta menarik paksa ke sebuah dinding. Mereka bersembunyi dibalik dinding itu dan lelaki yang berambut panjang ikal masih membungkam lelaki tersebut dengan menyandarkan ke dinding. Mereka bertatap. Lelaki tersebut memberikan senyum yang tertutup oleh telapak tangan kanan kiri lelaki berambut panjang. Dari kediaman mereka, terdengar suara lelaki lain bersuara ‘berhenti’ sembari berlari lurus melewati dinding persembunyian mereka dan lelaki berambut panjang melepas bungkamannya ke lelaki tersebut setelah tahu seorang yang berlari itu adalah petugas museum telah tak terlihat.

Lelaki berambut pajang itu berlari namun kembali membalikan pandangannya ke lelaki itu setelah ia tak mengikutinya. Ia menarik tanggannya untuk berlari bersama. Dan mereka pun berlari menelusuri lorong dari museum. Dengan mengarah ke segala arah untuk mengetahui keadaan dan mencari jalan lelaki berambut panjang itu memimpinnya. Mereka menaiki sebuah tangga ke atas. Suara bergemuruh dari langkah mereka menaiki tangga tersebut dan lelah dari raut mereka berdua.

Dan mereka keluar museum dari menara di pintu lantai dua. Mereka berhati-hati dengan larinya diatas atap bergenting sembari mengimbangi tubuhnya dan mereka terhenti disebuah ujung. Mereka terjebak.

“Turunlah. Nanti saya akan menyusul” ucap lelaki berambut panjang sembari mengarahkan pandangannya ke belakang dengan nafas yang tersengal.

“Aku takut. Ini terlalu tinggi.” Ucapnya ragu. Ia pun ketakutan dengan ketinggian sekitar tiga meter.
Dengan terpaksa dan mempercepat kaburnya, lelaki berambut panjang itu mendorong lelaki tersebut dan ia terjatuh dengan lengan sebagai tumpuannya. Ia merasa kesakitan pada lengan kanannya. Lelaki berambut panjang itu menyusul ke bawah. Dengan berusaha mencari yang terbaik untuk tidak membuat rasa sakit oleh lelaki tersebut, lelaki berambut itu menopang tubuh lelaki itu.

۞

Senja melukis indah oleh warna dan sinar sang matahari yang memancar jauh. Tenang, burung-burung terbang kian menari yang damai dibawah angkasa yang bersahaja pada alam. Angin menyisir lembut. Mereka menyaksikannya tanpa ada penghalang,seperti sebuah lukisan yang terdapat pada museum The Museum. Mereka diam, memandang dalam senja keindahan dari Sang Pencipta. Mereka duduk berdampingan di tepi atap sebuah gedung bertingkat. Angin masih menyisir mereka lembut. Mereka menikmati keindahan sejauh mata memandang.

“Maafkan saya, karena saya, kamu menjadi terluka” sesal lelaki yang berambut panjang. Ia berpaling kepadanya karena permintaan sesalnya tak terjawab, “apa kamu marah atas perlakuanku?. Sungguh aku tak bermaksud mencelakakan mu.” Pintanya sembari memegang jemari tangan lelaki disampingnya untuk memastikan. Ia menoleh ke lelaki yang berambut panjang.

“Ini sudah terjadi.” Ketusnya, ia kembali berpaling ke hamparan luas lukisan alam.”Aku tak tahu kenapa kamu membawa ku lari dan bodohnya aku, aku menurut saja tanpa ada pikiran. Dan lagi aku tak kenal kamu.

Lelaki berambut panjang itu berpaling kepadanya dan meraih lengan kirinya, “Tengoklah saya.” Pintanya dengan memandanginya dengan kuat. Kemudian ia mengarahkan muka lelaki disampingnya dengan lengan kanannya.”Apa kamu tak memaafkan saya?. Lihatlah mata saya, sungguh saya tak bermaksud untuk semua itu. Dan saya juga tak tahu kenapa saya memaksamu ikut denganku dari kejaran petugas museum itu.”
“Sudahlah, lagi pula sakitku sudah kau obati.” Ulasnya. Dan memberi senyum meski rasa sakitnya masih berasa. Lelaki berambut panjang berusaha untuk menenangkan kekalutannya.

“Saya David.” Ucap David untuk lebih bersahabat dan memberi warna keceriaan pada mukannya.
“Aku Lanies” jawab Lanies diikuti senyuman. Kemudian David merangkul bahu Lanis dengan tangan kanannya. Mereka kembali menatap angkasa yang warnanya makin tua.

“Saya suka berdiam diri disini untuk melepas penat oleh masalah-masalah ku. Dan saya senang dengan suasananya, tenang. Serasa alam merangkul bersama saya dalam masalah-masalah yang ada pada saya.” Ucap David mengawali cerita kehidupannya. Mereka pun terbahak oleh cerita-cerita konyol yang diceritakan olehnya.

Mereka berlalu dengan cerita David.

۞

David, yang bertelanjang dada dengan bercelana jeans dan rambut panjang yang terkucir, beranjak berdiri dan mengisyarakatkan ke Lanies untuk ikut pula berdiri. Lanies bingung apa yang akan dilakukan David kepada dirinya. Namun ia menuruti keinginnannya. Lanies merasa lega dan senang bersamanya.

“Kau tahu Lanies, liatlah?” kata David sembari menunjuk jauh matahari yang tenggelam. Lanies masih bingung sesekali ia berpaling kemukanya. David merangkul. “Cobalah tutup kedua mata kamu dan ucapkan pada hatimu apa keinginan sekarang maka akan terwujud.” lanjut terang David dengan membantu menutupkan matanya. Lanies pun mengikuti yang diucapkannya.

۞

“Sepertinya lukaku sudah mengering,” kata Lanies berusaha membuka ikatan kain saputangan yang diikatkan pada lengan kanannya yang terluka.
“Jangan!.” kata David mendekat. Lanies langsung berpaling.” Biar mengering. Jika dibuka takut nanti infeksi. Luka kamu cukup lebar.” lanjut David sembari membetulkan ikatan saputangan yang terikat di lengan Lanies.
“Kenapa kau peduli kepada David?”. David diam dan masih merapihkan ikatannya.
“Sudah.” David mengacuhkan pertanyaan Lanies dan beranjak berdiri. Kemudian ia mengulurkan lengannya ke Lanies. Lanies diam, mengacuhkan ajakan David dan pandangannya. David kembali mengajak untuk berdiri sembari menganggukan kepalanya. Dengan muka malas Lanies beranjak dengan memegang lengannya untuk beranjak berdiri. Mereka berjalan dan semakin jauh langkah mereka.

۞

David melempar batu kepingan ke laut, sekali batu itu mengapung-ngapung bak jetski meluncur kencang di lautan. Beberapa kali ia melemparnya dengan rasa kesal, berulang-ulang hingga belum merasa puas. Perasaannya sekarang semrawut, mungkin hal itu lebih baik dilakukan sedari ia harus melampiaskan ke Lanies yang baru di kenalnya. Mungkin itu bisa saja namun itu akan menjadi buruk baginya. Lanies adalah orang yang dekat saat ini. Dia akan lebih mengerti keadaan dirinya dari teman-temannya yang mulai menjauh dan juga keluarga yang sudah acuh atas kehadiran di tengah-tengah keluarganya meski nenek dan kakeknya masih bisa memahami keadaan di dirinya.

David adalah anak korban dari perceraian kedua orang tuanya dari ia masih awal masuk sekolah menengah. Dan ia anak tunggal. Ibunya telah menikah kembali setelah setahun dari perceraiannya. Sementara David ikut dengan ayahnya. Namun kehidupan David selalu di iramakan dengan ayahnya yang selalu beradu, David hanya membela dirinya sendiri karena sifat-sifat ayahnya yang tak kunjung baik dan makin menjadi. Judi dan main perempuan membuat David makin labil dalam kehidupannya. Dan pencarian jati dirinya ia temukan dengan cara berfikirnya sendiri, mendapatkan ketenangan dan kedamaian ia butuhkan,

David melambungkan lemparan batu terakhirnya dengan berteriak. Itu adalah klimaks untuk menenangkan dirinya dari sikap Lanies. Perasaannya bimbang dan takut. Bimbang akan perasaan dihatinya dan takut akan ditinggalkan. Rasa kecewa pun akan datang bila dirinya terlalu cepat mengikuti keinginannya, tentang cinta.

Lanies masih diam, duduk diatas pohon besar yang tergeletak dan sudah kering membelakangi David.

Perasaan Lanies gusar.

“Apa kau tahu Lanies?” kata David mulai mendekat, “Saya mulai bingung dengan perasaan saya sekarang. Entah apa dan siapa yang membuat ku seperti ini. Tuhan terlalu menciptakan kehidupan ini begitu indah, bagi mereka yang menikmatinya. Namun terkadang Tuhan tega memberikan ujian yang berat bagi mereka sampai terkadang juga beberapa orang tak kuat menerimanya dan lari, lari dari perintahnya.” Lanies masih diam. Ucapan David pun disamakan dengan angin yang berhembus di pantai. Kemudian ia menatap David saat pundaknya di rangkul David. David beralih kedepan dan menopang kakinya untuk duduk. David meraih jemari Lanies yang memegang ranting kecil kemudian menggambarkan tanda hati di pasir. “Cinta,” lanjut David lalu ia berpaling ke Lanies. Dan Lanies mulai memperhatikan ucapan David. “cintalah yang membuat semua mahluk tak akan pernah berpaling ke yang lain, Lanies.”

“David,” Lanies memegang pipi dengan jemari kirinya. Ia mendapati muka lusuh dan penuh guratan-guratan tentang kehidupannya yang seperti apa, “apa karena cinta kau seperti ini?” lanjut Lanies dan melepas jemarinya namun tatapan tajam saling memancar. David menyentakan dirinya dari tatapannya kemudian beranjak berdiri dan membelakangi Lanies, sementara Lanies memperhatikan tingkah David oleh ucapnya. Lanies tersenyum indah memberi sedikit rasa senyum pada David.
‘Cintakah yang membawamu kesini?’ ucap hati Lanies.

۞

Angin mulai menghembus pelan namun pekat dan mampu nembus tulang-tulang. Malam pun makin kelam memberi ruang sepi. Rembulan kini bercadar awan hingga cahayanya tak menderang. Diujung timur, dunia tenang terlelap oleh malam.

Lanies mulai meringkuk dalam tidurnya. Tak lama ia mulai merasakan dinginnya malam. Angin sudah menggilas tulang-tulang Lanies yang mengenakan kaos tipis warna biru muda. Tidurnya tak tenang. David pun terbangun yang bersebelahan.

“Biasakanlah tidur dengan keadaan seperti ini, aku dulu seperti itu namun karena saya sudah terbiasa akan menjadi tenang.” ujar David.

Lanies membalikan badannya dan menghadap ke David.

“Bolehkan aku memeluk mu David?” pintanya dengan menggigil.
David diam sesaat namun pikirannya mulai memahami menjawab pertanyaan di hatinya. “Peluklah Lan. Anggaplah saya apa yang ada di bayanganmu”

۞

Artisa menumpukan kakinya yang terduduk di kamar Lanies dengan isaknya. Ia kecewa dan menyesali yang terjadi perubahan pada Lanies. Ia mengusap air matanya dengan kain di lengan. Rambut yang di kucir seadanya kian berantakan. Wajahnya tak bersinar, sembab oleh relung kesedihan. Artisa lesu. Kemudian ia membangkitkan dirinya untuk tegar. Dari arah pandangannya ia mendapati sebuah lemari kecil yang terletak di pojok kamar Lanies. Kamar David rapih namun penuh dengan koleksi-koleksi kebutuhan dan hobinya. Poster besar Jennifer Lopez yang sensual terpasang di atas tempat tidurnya, ada juga poster besar lain dari group sepak bola Man. United dan beberapa foto-foto keluarganya dan sahabat-sabatnya.

Artisa membuka paksa lemari dengan geram dan kesal namun tak jua ia bisa. Ia mencari alat untuk membukanya dengan mengarahkan pandangannya ke semua ruang. Lalu ia melihat kotak tool set peralatan dan sesegera mencari alat seadanya yang mampu membuka kunci lemari itu. Ia memaksa memukul kunci lemari itu dengan keras dan sekuat tenaganya dengan martil besar. Dan pegangan kunci tersebut loncat kemudian pintu lemari itu terbuka.

Arisa mengacak isi lemari dan membuangnya apa yang diraihnya. Ia mencari sesuatu yang membuktikan perubahan pada Lanies. Ia ingin tahu sebab-sebab Lanies memutuskan dirinya. Dan tak lama, ia mendapat beberapa lembar foto. Ia meraihnya. Dengan langkah mundur dan kejut, Artisa tubuhnya makin lemas lalu ia menjatuhkan dirinya pada kasur Lanies.

Perasaannya campur aduk, entah apa yang dirasakan sekarang. Mungkin, serasa tulang-tulangnya diambil dari tubuhnya, sakit dan tak berdaya. Artisa menangis. Ia mengabaikan foto-foto itu lalu ia menutup muka dengan kedua tangannya untuk menahan rasa sakitnya.

۞

Lanies berdiri sedih. Matanya berkaca-kaca. Perasaanya kecewa ia akan di tinggalkan David. Ia mengacuhkan pandangan David namun ia tak mampu untuk itu. Wajahnya hanya menggeleng-gelengkan kepala. David tetap menganggukan kepala untuk mengusahakan ajakan dirinya ke Lanies. Lanies membuang muka dengan isak yang tertahan dan mata yang mulai menetes.

“Terserahlah!.” geram David sembari menunjukkan ke Lanies lalu ia membanting kedua tangannya ke udara. David membalikkan badannya ke pintu kereta dan ia kembali menghadap ke Lanies. David menemukan wajah Lanis penuh kesedihan. Hatinya pun ikut kecewa atas keputusan yang diambil meninggalkan kota ini. Dengan langkah berat David menaiki anak tangga kereta itu. Ia duduk ditepi yang terbatas kaca ke Lanies berdiri. Pintu kereta api mulai menutup perlahan otomatis.

“Mengapa kau membawa ku pada keadaan seperti ini?!” teriak Lanies. Kereta terus melaju dan semakin menjauh dari dirinya. Sebelumnya David masih tegas pada kediamannya dan tak berpaling kembali. ”Kau telah merusak semua setelah kau giat mengukir hati dengan indah. Apakah hatiku cuma hiasan saja yang terpajang didalam botol semata?” lanjut Lanies melemah. Dirinya pun dipaksakan untuk tegar menghadap perasaan yang terkoyak. Dan kereta mulai menghilang dari pandangan matanya.
Angkasa membawa warna abu dan menjadi malam.

۞

Lanies tersedu. Matanya merah dan masih berkaca-kaca. Ia berjalan lirih dengan menahan isakannya mendekat ke Artisa yang telah berdiri didepannya. Lanies mengunjungi ke rumah Artisa dan ia bertemu di depan rumahnya saat hendak berjalan. Artisa diam. Ia hanya memandangi Lanies.

Artisa masih menyimpan dendam dan kecewa. Perasaannya mulai berantipati. Nafasnya berima berat menahan kekecewaannya. Sementara Lanies mendekat dan langkahnya berhenti didepan Artisa. Lanies menggeleng-geleng lirih kepalanya, mengisyaratkan ia tak bermaksud untuk membuat Artisa sedih atas keputusan yang telah diambilnya. Lanies memohon dengan mukanya untuk menerima kehadirannya sesaat.

Artisa masih bergeming. Pikirannya melaju kencang ke beberapa waktu yang lalu atas perbuatan keputusan Lanies kepada dirinya. Waktu itu, dirinya hancur dan tak ada kepedulian dari Lanies. Ia juga mempertahankan keputusannya tanpa memberi tahukan alasan kenapa ia memutuskan dirinya.

Namun melihat keadaan Lanies sekarang Artisa mulai mencair. Ia pun berusaha untuk menerima keadaannya. Dan dirinya juga tahu penyebab berpisahnya kisah asmaranya. Artisa mengagguk. Dan dipeluklah erat tubuh Artisa oleh Lanies. Ia menangis.

Arista berusaha keras melepas pelukan Lanies dan mendorongnya, menjauhi dirinya. Arista masih labil akan perasaannya yang masih berseteru dengan perbuatan Lanies. Ia pun menjauhi Lanies dengan menangis. Dan ia berlari menuju ke rumahnya.

Gerimis kian deras pada malam yang sunyi dan lara. Kilat bak memecut hati Lanis yang kian lara. Lanies berlutut dan berteriak. Dan hujan itulah tangisan Lanies sesungguhnya yang membasahi seluruh tubuhnya.

۞

Lanies berdiri dan langkahnya mulai mendekat pada sebuah foto ilustri sang Tuhannya. Dibawahnya tertempel foto dirinya disaat kecil bersama ibunya. Dalam foto itu Lanies tersenyum lebar. “Tuhan, apakah ini bentuk perjanjianku pada Mu disaat aku masih didalam rahim ibuku?. Aku kan terima hasil kesepakatan ini.” Ucap Lanies dengan menatap tajam foto ilustri sang Tuhannya. Kemudian ia mengalihkan kepada foto ibunya. Ia hanya tersenyum dengan terisak tangis.

.THE END.





Jumat, 19 Agustus 2011

Lagi Stress, jangan di Baca!!!

Sungguh ini menjadi pecut buat aku sendiri. Biar laksana dalam mengerjakan aku lebih dispilin dan tepat waktu lagi. Tanpa menyepelekan satu angka atau satu huruf saja dengan rasa malas-malas ku.

Aku harus cepat melaksanakan bedah malas! biar penyakit itu tak melaksanakan ke bagian yang lain dalam menjalankan semua tugas-tugas. 

Aku harus belajar dan belajar. Harus fokus satu tujuan dan Aku harus tega membunuh semua khayalan yang masih semu itu karena ini akan menjadi benalu di otak ku yang menghambat semua ruang gerak ku. SLOW BUT SURE dan Have A score!!! Mungkin itu yang akan menjadi moto aku dalam melangkah semua keputusan. Entah dalam pekerjaan atau yang lain. Aku juga tak mau bekerja cepat namun tak membuahkan hasil atau juga dengan nilai-nilai yang salah dan mengakibatkan tak kepercayaan lagi pada diriku.


Selasa, 16 Agustus 2011

Pik Official deretan Paling Atas di GOOGLE ;P

Nah itu program baru yang yang dilakukan oleh google dalam sistem pencariannya namun blog aku muncul di deretan paling atas dan itu juga semua kumpulan berjajar yang ada di postingan blog aku.

Mungkin atas nama blog aku langsung kedetek oleh mbah google namun kalo nama yang laen.. tetep masih minim :'(

Pokoknya HEBAT-lah, setidaknya sih...  ehehhee

MENJELAJAH KAL-BAR Part 2

Baca Dulu Di  MENJELAJAH KAL-BAR
Nah akhirnya turun di bandara Supodia, Pontianak. Pas turun dari pesawat yang pertam akli aku rasakan di cuaca Pontianak itu panas banget!. Mungkin -kulitku- kaget sebab sudah terbiasa dengan cuaca dingin di Lembang, Bandung.

Dan setelah mengambil tas-tas bawaan, kami menunggu jemputan dari Dinas Sosial Kuburaya, yang sebelumnya sudah dikonfir untuk menjemput kami. Dan akhirnya kami meninggalkan bandara untuk singgah ke Dinas Prov. Kalbar yang di Kota Pontianak.

Ok!. Perjalanan awal kami dari Pontianak di lanjut ke Kab. Kubu Raya, Kab. Sambas, Kab. Sanggau, Kota Singkawang, Entikong dan Mampir dulu ke perbatasan Malaysia - Indonesia  ;)

di Sarawak, Malaysia


Dijalan menuju Perbatasan


Gerbang perbatasan Malaysia dan Indonesia



Di Taman Tugu Khatulistiwa

Di dalam Tugu Khatulistiwa

Di pinggir jalan Toll (kayaknya) di Malaysia


Aku dan Rekan kerja, Ibu Suliana

Di dalam Tugu Khatulistiwa





Teras Tugu Khatulistiwa


Setelah menyelesaikan tugas pertama dari Dinas-dinas yang ada di Kubu Raya dan Kota Pontianak. Dan disaat itu juga kami untuk menggambarkan diri sekadar jadi kenangan bahwa kami telah pernah singgah di Pontianak..

Kamis, 11 Agustus 2011

Senin, 08 Agustus 2011

Mati kah hati ku?

Mati kah hati ku?
Hatiku tak merah lagi,
Kusam,
Kering,
Biji-biji cinta dari bunga-bunga yang ku lihat tak mampu tumbuh.

Mati kah hati ku?
Teriknya kesepian terus melanda
Angin yang datang tak memberikan kesejukan kedamaian,
Hanya udara panas yang hadir membawa kegundahan,
Mampu kah ku bertahan?

Ku selalu berdoa untuk kehadiran hujan,
Namun belum datang jua tandanya,
Mendung datang namun membawa kelam,
Kilat menyambar namun membawa ketakutan.

Mati kah hatiku?
Hanya denyut-denyut jantung yang selalu semangati hidup walau darah mengalir perlahan,
Ku bernafas untuk menunggu : Siapakah petani yang mampu memberi benih cinta untuk hatiku?

Rabu, 03 Agustus 2011

Dialog Malam



Aku menelusuri malam, sepi! 


Hanya dingin yang memeras tulang-tulang, seakan aku dihentikan untuk melaksana dendam. 



Aku meronta tuk menghangat meraih amarah namun aku ditegaskan pada pandangan angkasa malam, 



Aku terdiam : terlihat kedamaian disana antara bulan dan bintang-bintang memberi warna terang nan tenang.




Aku berteriak dalam tangis, '' Wahai Tuhan... Mengapa Kau ciptakan malam... 




''Apakah tuk kedamaian sementara oleh manusia dari rasa semua tabiatnya hanya untuk mengulang pikirannya : entah baik atau buruk? 




''Atau hanya Kau ciptakan untuk benar-benar ketentraman seluruh ciptaan Mu? 



''Aku menangisi sisi jalan-jalan kehidupanku... 




''Wahai Tuhan, sebenarnya Engkau tahu isi malam-malam Mu, dan Engkau tau atas gerak-gerak manusia pada malam Mu... 



''Mereka yang takut pada Mu, akan menangis sedu sedan meminta ampun kepada Mu, 



''Dan Engkau tahu, mereka yang tak mempedulikan kehadiran Mu di setiap sisi alam akan senang melahap daging-daging mentah yang anyir secara rakus, entah itu atas sunah Nabi Mu atau mereka pengikut nafsu! 



''Atau mereka di sudutkan oleh kehidupan tuk memperpanjang perut mereka pada hidup?




''Tuhan, berilah jalan tanpa sesat, dunia selamat, damai di akhirat... 



''Atau berilah warna kelam, di dunia menjadi hitam, dan tersiksa di neraka jahanam bila ku pengikut setan yang kejam..'' 





Sumber gambar : anggawijaya.files

Selasa, 02 Agustus 2011

Dua 3

Jarum jam mengarah ke pukul duabelas malam. Dan ini adalah malam ke dua bulan perkawinan Josh dan Haren. Tepat pula dengan tanggal perkawinan dan hari jadi saat mereka berpacaran. Malam yang sunyi dan sepi di sebuah rumah baru disebuah perumahan elit di kota Jakarta. Ruang-ruang hanya jelas terbaca oleh lampu-lampu bersinar kuning dari sudut-sudut lampu. Haren tertidur dengan bertumpu tangan di ruang makan dengan hidangan yang penuh selera dan sementara lilin sudah mulai tak menopang dirinya untuk lebih memberi sinar romantis pada candle light dinner yang dijadikan surprise Haren ke suaminya.

Suara sepatu melangkah menghampiri Haren. Api lilin padam tertiup, Josh ternyata. Ia memandangi raut muka istrinya yang terlihat lelah oleh semangatnya, rambut panjangnya menutupi muka cantiknya. Josh tersenyum kecil kemudian ia mencium kening istrinya dan dengan berusaha untuk tak membangunkan ia berusaha  untuk menggotong Haren ke kamarnya. Haren terlelap dalam tidurnya.

Josh memposisikan diri di tempat tidur sembari menarik selimut sementara Haren tidurnya membelakangi dirinya. 'Ya Tuhan, Terimakasih atas semua yang Kau berikan kepada keluarga kecilku. Alangkah senangnya bila perkawinan ku dengan Haren di karunia seorang anak. Aku merasa kasihan terhadap Haren, ia merasa kesepian. Tuhan, kabulkanlah doa ku ini, Amin...' ucap hati Josh kemudian ia mematikan lampu di dekatnya dengan saklar. 

*

Josh terbangun setelah mendengar beberapa kali muntahan Haren di kamar mandi. Josh beranjak dari tempatnya dan menghampiri Haren yang sedang mengusap mulutnya dengan air. Haren bercermin, "Mungkin aku masuk angin mas." Awal Haren. Sesekali tersedak oleh rasa mualnya. Josh mendekat dan mengelus punggungnya. Josh melihat raut Haren yang lemas di cermin.
" Bagaimana kamu tahu, kamu masuk angin beib..."

" Mungkin semalam, aku menunggu mas... Jam berapa sampai rumah?. Oh iya, perasaan aku tertidur di meja makan namun setelah aku bangun aku sudah berada di tempat tidur", jawabnya sembari menenangkan diri dan memberi senyum indah di pagi hari.

"Maafkan aku honey... Karena menunggu lama kamu jadi tertidur... " tangkap Josh. Haren terlihat membaik dan mereka berpelukan. Josh menggandeng Haren kembali ke kamar.

"Honey, sebaiknya kita ke dokter ya. Kamu sepertinya tidak masuk angin. Aku takut terjadi sesuatu pada dirimu, Hon." jelas Josh dengan mendudukan Haren.

" Nggak apa-apa ko mas."

"Ayolah sayang..." Josh memelas kepada Haren. Dengan melihat sikap Josh, Haren memutuskan untuk menuruti kemauannya.

*

"Selamat ya, Anda akan mendapatkan seorang anak." ucap seorang dokter perempuan berjilbab yang sedang menulis resep. Josh melihat raut Haren, mereka tersenyum. " Tapi, ada masalah dengan kandungan si ibu karena kandungan ibu lemah. Saya harap bapak dan ibu menjaganya dengan baik. Dan ibu jangan terlalu capek karena kandungan ibu masih muda, tiga bulan.". Josh tersentak. Kaku, mendengar penjelasan dokter bahwa kandungan Haren berumur tiga bulan. Josh kembali menatap Haren. Wajah Haren nampak kaget dan ketakutan. Pikirannya melalang buana entah kemana hingga punya pikiran bahwa suaminya akan marah-marah.

Resep diterima Josh. Muka Josh berusaha untuk tabah dan manis di depan dokter itu. Dengan singkat Josh menggandeng Haren untuk segera pulang. Sesampai di luar Josh berhenti dan melepas tangannya. " Siapa ayah bayi yang kamu kandung?!" Josh marah.

"Maksud mas apa?"

"Kamu jangan pura-pura Han. Kamu tahu kan yang barusan di katakan dokter tadi kalau kamu hamil tiga bulan. Sementara kita baru menikah dua bulan?!. Kamu tahu itu?" Josh membanting kedua tangannya ke udara. Wajahnya penuh geram kesal dan kecewa atas informasi yang diperolehnya.

"Mas!, Apa kamu nggak malu marah-marah di tempat ini?!"  lantang Haren, ia pun mengalih dengan menangis ke sisi jalan dan menghentikan taxi. Tepat didepannya, Haren masuk ke taxi dan taxi itu meluncur.

*

Haren berusaha tegar dengan keadaan. Meski mata masih terlihat sembab oleh tangisnya.

bersambung...
sumber gambar :http://st295537.sitekno.com